Menghadapi Serbuan ‘Promo’ E-Money

Ricky Irfandi
4 min readSep 20, 2019
Photo by Nathan Dumlao on Unsplash

Saat ini, kita sudah tidak asing lagi dengan teknologi pembayaran digital seperti GOPAY, OVO, DANA, LinkAja dan sebagainya. Tidak dapat dipungkiri, teknologi ini memudahkan kita dalam membelanjakan uang dimana saja dan kapan saja tanpa harus bertatap muka dan membawa uang secara fisik.

Dengan penduduk 260 juta jiwa dimana lebih dari setengahnya merupakan pengguna aktif internet, Indonesia merupakan market yang sangat menjanjikan bagi perusahaan fintech e-money untuk berekspansi. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan e-money ini harus bersaing dengan berbagai cara agar menjadi pilihan utama pengguna Indonesia. Salah satu cara untuk menarik perhatian calon pengguna adalah dengan memberikan berbagai macam promo menarik mulai dari voucher, diskon, hingga cashback yang jumlahnya sangat menggiurkan dan sayang untuk dilewatkan.

Sebelum membahas mengenai promo, Aku ingin membahas tentang ikatan kita dengan uang. Disadari atau tidak, kita akan cenderung lebih boros / konsumtif ketika uang tersebut berbentuk digital yang hanya berupa angka di layar smartphone. Kita mungkin sering ketika lagi tiduran di kamar lalu buka e-commerce seperti tokopedia, dan bukalapak lalu tiba-tiba secara impulsif checkout barang kemudian langsung dibayar via mobile-banking dan beberapa hari kemudian kita menyesal telah menghabiskan uang untuk barang yang sebenernya nggak butuh-butuh banget. Sebaliknya, kalau kita punya uang yang berbentuk fisik, ikatan kita terhadap uang akan lebih kuat. Bahkan, terkadang bayar parkir 2.000 aja rasanya berat ngeluarinnya dari dompet. Jadi menurutku dalam menggunakan e-money, kita harus berpikir 3x lipat dibandingkan dengan menggunakan uang biasa karena memang keluarnya ‘tidak terasa’.

Sekarang, mari kita bahas mengenai promo yang diberikan oleh perusahaan untuk menarik konsumen. Promo ini sebenarnya menguntungkan bagi pengguna, tapi kalau kita tidak cermat menggunakannya kita malah akan menjadi lebih boros dan konsumtif. Menggunakan e-money saja sudah membuat kita cenderung lebih boros, apalagi kalau ‘terhipnotis’ promo untuk sesuatu yang tidak kita butuhkan. Contoh sederhananya: kita mendapatkan promo voucher 50% di sebuah toko baju A saat kita tidak sedang butuh baju. Namun karena tergiur akan voucher 50%, kita akhirnya memutuskan pergi ke toko baju A dan membeli baju lagi hanya untuk mendapatkan diskon voucher 50%. Kita berpikir kita beruntung karena hemat 50%, padahal sebenarnya kita menghabiskan uang 50% lebih untuk barang yang kita tidak butuh. Beda hal ketika kita saat itu butuh baju, lalu ingat punya voucher 50% di toko A dan belanja disana, barulah menurutku seorang itu mendapatkan keuntungan 50%. So, here’s my mantra :

Setiap orang punya lifestyle dan kebutuhan yang berbeda-beda. Kenali lifestylemu, kenali kebutuhanmu, lalu sesuaikan promo yang kamu punya dengan kebutuhan dan lifestyle-mu.

Kata kuncinya ialah Kebutuhan, sehingga sesuaikan promo yang kita punya dengan kebutuhan kita. Bukan sebaliknya dengan menyesuaikan kebutuhan kita dengan promo yang kita punya. Jadi ketika kita butuh sesuatu, baru kita cari promo apa yang cocok dan bisa kita gunakan. Bukan ketika kita dapat promo menarik, kemudian kita mengada-adakan kebutuhan yang sebenarnya kita tidak butuh.

Bagaimana untuk promo makanan? semua pasti butuh makan, kan? Kembali lagi ke lifestlye, biasanya budget untuk sekali makan berapa? pastikan total akhir uang yang kita keluarkan tidak melebihi dari budget makan sehari-hari. Contohnya: Sehari hari biaya sekali makan kita maksimal 10 ribu. Ketika kita mendapatkan promo cashback 50% di sebuah restoran cepat saji ‘A’, kita bisa pesan makanan di restoran ‘A’ yang harganya maksimal 20 ribu sehingga kita tetap mengeluarkan uang tetap sebesar 10 ribu. Jangan tergoda dengan logika “Sekalian beli yang 40ribu ah, cuma nambah 10 ribu lagi bisa dapet makanan yang lebih enak”. Niat menggunakan voucher agar lebih hemat / mendapatkan value lebih, malah membuat kita lebih boros dengan menjadikan budget makan 2 kali dipakai untuk sekali makan.Tapi apa kita tidak boleh memakai promo untuk makanan yang diatas budget kita? Menurutku boleh boleh aja sebagai self-reward seminggu sekali atau dua kali asal tidak setiap hari. Karena kalau setiap hari /sangat sering, maka yang akan terjadi adalah pergeseran lifestyle dimana makan makanan ‘mahal’ sudah menjadi kebiasaan dan lifestyle kita.

Kalau kita punya promo yang menarik, tapi barangnya tidak termasuk kebutuhan kita, apakah promonya dibiarkan saja tidak terpakai? Ada 2 opsi, yang pertama biarkan saja tidak dipakai daripada kita harus mengeluarkan uang untuk hal yang tidak dibutuhkan. yang kedua, gunakan vouchernya untuk ke orang lain. Misalkan: kita dapat voucher untuk beli token listrik 50%, tapi listrik rumah kita pasca bayar, maka kita bisa gunakan voucher itu untuk tetangga / teman kita yang rumahnya memakai listrik token dimana kita bisa berbaik hati menjualnya dengan harga diskon 50%, atau tetap menjual harga 100% dan kita yang memperoleh tambahan uang 50%.

Jadi disaat teknologi keuangan semakin berkembang memberikan manfaat lebih seperti saat ini, kita juga dituntut untuk lebih cermat dan bijak saat menggunakannya. Kenali diri kita sendiri, apa saja kebutuhan kita, bagaimana lifestyle kita, sehingga kita memiliki pedoman dalam menggunakan uang kita tanpa tergoda oleh berbagai macam promo yang bisa membuat kita semakin boros.

--

--